Pena Pijar, Opini – Menilik sejarah pra-kemerdekaan, dimana para pemuda dengan semangatnya yang berapi-api sangat antusias dalam mewujudkan kemerdekaan tentunya hal itu didasari oleh rasa cinta, dan cinta tersebut diaplikasikan untuk mencapai indo merdeka. Para pemuda memandang bahwa Indonesia merupakan megabiodiversitas yang pernah menjadi pusat peradaban manusia. Tak ayal jika pemuda kala itu menganggap bahwa Indonesia merupakan bangsa yang pantas untuk dimerdekakan. Dengan cinta, Indonesia dapat mencapai cita cita.
Seiring dengan berkembangnya zaman, para pemuda tak lagi menunjukkan eksistensinya dalam membangun bangsa. Pudarnya cinta ditambah dengan budaya asing yang melanda jiwa pemuda cukup membawa pengaruh yang signifikan. Tak heran jika acap kali pemuda Indonesia saat ini dijuluki sebagai Macan Asia yang tertidur. Julukan tersebut seolah mendefinisikan kondisi Indonesia saat ini, pada dasarnya kita memiliki potensi untuk menjadikan sebuah negri adidaya namun hanya segelintir orang yang mau berkarya. Pada saat pemuda tak lagi berperan, nasionalisme telah diabaikan, hanya ego dan kesenangan yang mereka utamakan, lantas dimanakah letak garuda yang sebelumnya mereka banggakan?
Untuk itu kita sebagai generasi millennial yang tumbuh di era digital, jadikan teknologi sebagai media untuk menunjukkan eksistensi Indonesia di mata dunia. Indonesia tak cukup jika hanya disebut sebagai bangsa yang luar biasa (wonderful) melainkan Indonesia adalah wonderland. Mengembalikan cinta yang sebelumnya sempat hilang adalah cara untuk melanjutkan perjuangan.
*) Mahasiswa Pendidikan Fisika
Penulis : Halimatus Sa’diyah
Editor : Miftahur Rofiah