Pena Pijar, Opini-
Di tengah derasnya arus digital, mahasiswa semakin tergerus oleh perubahan tren media yang mengutamakan visual dan konsumsi cepat. Tulisan panjang di surat kabar kampus, artikel opini, atau esai kritis di jurnal semakin jarang terlihat. Pertanyaan pun muncul: Apakah menulis masih relevan bagi mahasiswa di era ini?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk membahas ruang lingkup tulisan ini. Fokus utama kita adalah mengapa kegiatan menulis di luar tugas akademik kampus tampak kurang signifikan di dunia digital saat ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, pergeseran pola konsumsi media terlihat dengan sangat jelas. Media sosial seperti Instagram, TikTok, X (dulu Twitter), dan YouTube kini menjadi “rumah virtual” yang lebih sering dikunjungi oleh mahasiswa. Sebagai generasi yang lahir di era digital, mereka lebih tertarik pada konten visual dan video singkat daripada tulisan panjang yang membutuhkan waktu lebih untuk dicerna. Akibatnya, konsumsi konten yang cepat dan instan ini memicu kebiasaan untuk tidak lagi menggali informasi secara mendalam. Ironisnya, kegiatan menulis kini dianggap kuno dan membuang-buang waktu.
Selain itu, ada faktor internal dari dunia akademik. Banyak kampus dan dosen tidak mendorong mahasiswa untuk menulis di luar kewajiban tugas kuliah. Sebagian besar hanya mengarahkan mahasiswanya untuk berkompetisi dalam karya tulis yang berorientasi pada publikasi ilmiah di SINTA atau SCOPUS, yang membantu meningkatkan akreditasi kampus. Menulis untuk media kampus atau opini di media massa sering kali tidak lagi menjadi agenda penting. Mahasiswa sendiri merasa tertekan oleh berbagai kegiatan, seperti organisasi, magang, atau sekadar bersantai dengan **scrolling** media sosial, sehingga menulis dianggap kurang produktif dan tidak memberikan dampak langsung seperti aktivitas lain yang lebih terlihat.
Namun, menulis sebenarnya bukan sekadar rutinitas akademis. Menulis adalah alat penting bagi mahasiswa untuk mengekspresikan diri, menyusun pikiran dengan rapi, dan mengasah kemampuan berpikir kritis. Melalui tulisan, mahasiswa tidak hanya menyampaikan gagasan, tetapi juga melatih kemampuan analisis, membangun argumen, dan melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Keterampilan ini sangat berharga di dunia kerja, terutama dalam profesi yang membutuhkan kemampuan berpikir strategis dan menyampaikan ide secara efektif.
Selain itu, tulisan mahasiswa memiliki kekuatan untuk menjembatani dunia akademis dengan masyarakat luas. Misalnya, seorang mahasiswa jurusan Bahasa Inggris dapat menulis tentang mengapa banyak mahasiswa jurusan tersebut kesulitan berbicara dalam bahasa Inggris. Mahasiswa jurusan Pendidikan Ekonomi bisa berbagi wawasan tentang literasi keuangan, dan mahasiswa jurusan eksakta dapat menulis inovasi-inovasi ramah lingkungan untuk menghadapi tantangan polusi. Keberanian mahasiswa untuk menyederhanakan gagasan akademis menjadi tulisan yang dapat diakses oleh masyarakat luas akan membantu memperkokoh jembatan antara kampus dan realitas yang dihadapi di luar sana.
Sejarah membuktikan bahwa mahasiswa selalu berada di garis depan dalam mendorong perubahan sosial. Dari masa perjuangan kemerdekaan hingga gerakan reformasi, mahasiswa memainkan peran strategis dalam membentuk opini publik dan memfasilitasi transformasi politik. Menulis adalah salah satu senjata utama yang mereka gunakan untuk menyuarakan perubahan. Lewat tulisan, ide-ide kritis mahasiswa terdokumentasi, terorganisir, dan tersebar luas.
Sebagai agen perubahan, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk tidak hanya berbicara melalui aksi langsung, tetapi juga melalui tulisan. Tulisan adalah bukti nyata dari pemikiran mereka dan sarana untuk menyanggah situasi yang ada. Di era digital ini, yang penuh dengan banjir informasi yang cepat berubah, mahasiswa harus menjadi pilar yang kokoh dalam menyebarkan informasi yang akurat, kritis, dan solutif. Menulis memberi mahasiswa kesempatan untuk melawan arus misinformasi dan menawarkan wacana yang lebih reflektif serta mendalam.
Meskipun tren media telah bergeser, menulis tetap relevan dan esensial bagi mahasiswa. Menulis bukan hanya keterampilan teknis, tetapi bagian penting dari proses pembelajaran, pengembangan diri, dan kontribusi sosial mahasiswa. Di era informasi serba cepat ini, tulisan mahasiswa masih dibutuhkan untuk menyuarakan kebenaran, membangun wacana publik, dan mendorong perubahan sosial.
Mahasiswa perlu menyadari bahwa menulis bukan hanya kegiatan akademis, tetapi juga sarana nyata untuk berkontribusi pada masyarakat. Sebagai agen perubahan, mereka harus tetap menulis untuk mengartikulasikan gagasan, menyebarkan kesadaran, dan melawan apatisme sosial. Menulis adalah bagian dari usaha menciptakan keadilan dan kesetaraan berpikir di Indonesia.
Penulis: Hraswinch M Galmayz