Foto: Mila Alfiyani*)
Toxic Relationship kondisi yang sangat merusak kesehatan mental kita. Toxic sendiri berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai “racun”, dengan kata lain Toxic Relationship merupakan suatu hubungan yang memang membawa dampak kurang baik atau bahkan sangat buruk untuk kesehatan mental dari salah satu individu atau kedua belah pihak. Salah satu definisi ada yang mengatakan bahwa Toxic Relationship merupakan hubungan beracun, hubungan yang ditandai dengan perilaku dari pasangan, beracun secara emosional dan tidak jarang juga merusak secara fisik.
Kesehatan mental bukan lagi hal yang tabu untuk dibicarakan dan bukan lagi menjadi topik baru bahkan asing di telinga masyarakat luas. Terlebih lagi di era pandemi Covid-19 yang membuat topik kesehatan mental semakin bertebaran di mana-mana dan siapapun mempunyai akses yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai kesehatan mental.
Arti tentang kesehatan mental sendiri mempunyai cakupan yang sangat luas. Di kalangan anak muda kata kesahatan mental seringkali diromantisasi, segala aspek dikaitkan dengan mental termasuk kata-kata toxic yang seringkali dilontarkan seseorang untuk menggambarkan lingkungannya atau untuk menggambarkan seseorang yang dirasa dekat dengannya namun hanya merugikan dirinya. Bahkan hasil riset menunjukkan bahwa di era pandemi Covid-19 juga sangat mempengaruhi tingkat kesehatan mental masyarakat. Banyak masyarakat yang mengalami stress akibat adanya pandemi ini. Jadi, bisa dikatakan pandemi memberi banyak dampak dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mungkin dari teman-teman masih banyak yang bertanya-tanya, sebenarnya hubungan yang toxic itu seperti apasih?
Dikatakan hubungan itu toxic adalah saat kita merasa lelah dengan hubungan yang kita jalani atau lingkungan yang kita tempati. Ciri lain kondisi hubungan toxic adalah merasakan pergolakan batin yang memperdebatkan banyak hal untuk tetap bertahan ataukah mundur dari hubungan itu. Hubungan dikatakan toxic karena secara perlahan hubungan tersebut hanya memposisikan bahwa hanya kitalah yang butuh sehingga kita akan memperjuangkan dan mempertahankan hubungan itu meskipun sebenarnya kitalah yang lebih sering melakukan pengorbanan agar hubungan itu tetap terjalin dan tetap baik-baik saja.
Namun, banyak orang yang mengatakan orang lain toxic dan tanpa disadari sebetulnya dia sendiri yang toxic karena perkataan yang dilontarkan menjatuhkan mental orang-orang di sekitarnya.
Dari sekian banyak workshop, seminar, dan sosialisasi tentang kesehatan mental seringkali pertanyaan yang diajukan dari audiens adalah bagaiamana cara kita dalam menyikapi toxic relationship? Dan apa yang harus kita lakukan jika kita berada dalam lingkungan yang membuat diri kita merasa tidak nyaman?
Terjebak dalam hubungan yang toxic memang sangat tidak mengenakkan. Dalam segala hal kenyamanan adalah yang utama dan yang paling pertama. Untuk apa mempunyai banyak lingkaran hubungan pertemanan jika di lingkungan itu banyak kepura-puraan dan banyak drama yang dilakukan. Itu akan sangat melelahkan. Hiduplah atas diri kamu, jadilah diri sendiri, dan jangan melakukan apa yang tidak kamu senangi hanya untuk menyenangkan orang lain. Jangan karena ingin dianggap punya banyak teman akhirnya kita rela melakukan apapun agar keberadaan kita diakui. Ini sangat tidak sehat, lepaskan atau kamu akan terus hidup di bawah tekanan. Jangan takut kamu akan menjadi bahan pergunjingan, bahan pergibahan teman-temanmu atau takut dikucilkan karena kamu tidak mengikuti gaya hidup orang-orang di sekitarmu.
Banyak yang merasa hidup dibawah tekanan karena ingin memenuhi eksepktasi orang lain, merasa diri rendah sehingga mengagungkan orang lain, apalagi sampai berharap orang lain melakukan apa yang sudah kita ekpektasikan.
Untuk menjawab pertanyaan mengenai cara yang bisa dilakukan untuk menyikapi lingkungan yang toxic dan membuat diri kita tidak nyaman adalah dengan terus melakukan evaluasi tentang diri sendiri dan lingkungan yang di tempati. Satu nasehat penting yang bisa menjadi pegangan bagi siapapun untuk menjalani kehidupan dengan tenang dan dibawah kendali diri, berikut diambil dari salah satu buku filsafat yakni buku yang berjudul Filosofi Teras “hal-hal yang tidak di bawah kendali kita adalah kekayaan, reputasi, kesehatan, dan opini orang lain. Hal-hal yang di bawah kendali kita adalah pikiran, opini, persepsi, dan tindakan kita sendiri”.
Kutipan singkat namun menyayat, memberi arti yang begitu dalam. Dalam hidup memang ada hal-hal yang bisa kita kendalikan, ada yang tidak bisa kita kendalikan, dan ada sebagian yang bisa kita kendalikan dan sebagian lagi tidak bisa kita kendalikan. Untuk menyikapi lingkungan yang toxic kita hanya perlu memperhatikan dan fokus terhadap hal-hal yang bisa kita kendalikan saja. Perihal opini dan tindakan orang lain memang pure bukan kita yang mengendalikan sehingga kita hanya perlu memperbaiki pikiran atau mindset kita, persepsi kita tentang suatu hal, melakukan yang terbaik dalam segala hal, dan kita juga bertindak sebaik yang kita bisa yang sekiranya tidak merugikan siapapun. Teruntuk respon dan perilaku dari orang-orang akan seperti apa biarkan itu menjadi hak mereka, selagi apa yang bisa kita kendalikan bisa terkendali maka dalam menjalin hubungan dengan siapapun kita tidak akan merasa dirugikan. Dalam mengerjakan apapun kita tidak akan merasa sia-sia.
Jadi, untuk bertahan atau tidaknya kamu dalam suatu hubungan kamu akan memahaminya. Mulailah memainkan logika untuk bisa memproses suatu peristiwa dengan sempurna. Tetap menjadi baik, ingat kata pepatah “apa yang kamu tanam itu yang akan kamu tuai”.
*) Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah
Referensi :
Henry Manampiring. 2019. Filosofi Teras. PT. Kompas Media Nusantara. Jakarta
Thomas. 2022. What is a Toxic Relationship? – 8 Types of Toxic Relationships and Their Signs. https://healthscopemag.com/health-scope/toxic-relationships/ (Diakses Online)
Widyananda, R.F. 2021. Arti Toxic dan ciri-cirinya yang Perlu Dikenali, Wajib Diketahui. https://m.merdeka.com/jatim/arti-toxic-dan-ciri-cirinya-yang-perlu-dikenali-wajib-diketahui-kln.html (Diakses Online)
Penulis: Mila Alfiyani
Editor : Khoirul Nizam Muhammad