Pena Pijar, Opini – Pendidikan adalah sumber untuk mencapai kemajuan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Tanpa pendidikan, indonesia tidak ada artinya.
Lantas, pendidikan sebenarnya tanggung jawab siapa? Pemerintah? Para pendidik? Orang tua? Masyarakat?
Berbicara perihal pendidikan, tidak akan ada habisnya. Satu persatu permasalahan muncul, dengan seribu solusi yang dicanangkan. Sebenarnya, siapa yang paling berpengaruh dalam menangani permasalahan pendidikan?
Sebagaimana kita tahu, tujuan dari pemerintah indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketika ditelaah, tentunya pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memfasilitasi pendidikan di Indonesia. Agar mampu mencetak pemuda-pemuda yang cerdas. Sejauh ini, program – program pemerintah dalam ranah pendidikan tengah berjalan, pemerataan pendidikan yang semakin baik, dengan adanya bantuan subsidi dari pemerintah, fasilitas-fasilitas pendidikan yang mengalami perkembangan, guna pengoptimalan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, dan program – program lainnya yang dicanangkan untuk perbaikan Pendidikan di Indonesia.
Namun, apakah dengan fasilitas yang lengkap dan adanya bantuan subsidi, menjamin para peserta didik mengenyam pendidikan sesuai yang diharapkan?
Nyatanya, dengan fasilitas yang lengkap, ada saja peserta didik yang dibuat semakin terpojok dan semakin tertekan. Pendidik, yang seharusnya memiliki kontribusi besar dalam dunia pendidikan, mengayomi, dan mencerdaskan para anak muda seringkali merusak mental seorang calon penerus bangsa menjadi semakin down.
Hal ini, terlihat jelas dari beberapa pengalaman salah satu mahasiswa yang tengah mengikuti PMM (Pertukaran Mahasiswa Merdeka) di daerah Gorontalo. Mahasiswa ini mengatakan bahwasannya sekolah – sekolah menengah memiliki fasilitas yang sangat lengkap. Namun, para siswa dilarang untuk menyentuh barang-barang yang ada. Utamanya barang yang berada di laboratorium.
Miris, ketika dibayangkan. Fasilitas untuk memfasilitasi pembelajaran siswa agar lebih mudah memahami materi, malah tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para siswa.
Para guru selalu menganggap siswanya bodoh, sehingga melarang siswa menyentuh barang yang ada di laboratorium karena dikhawatirkan barang akan rusak. Lalu apa gunanya fasilitas yang lengkap? Yang seharusnya digunakan untuk menunjang jalannya pembelajaran.
Bagaimana bangsa bisa berkembang, jika para pendidiknya saja tidak mampu memberikan kepercayaan pada siswanya? Bagaimana bangsa bisa maju, jika pendidiknya saja tidak mampu memotivasi siswanya?
Ironisnya, kejadian ini tidak hanya pada sekolah menengah saja, tetapi juga terjadi pada perguruan tinggi, sehingga ini harus menjadi perhatian bagi para pendidik. Karena pendidiklah yang akan membentuk anak – anak muda hebat untuk mengembangkan bangsanya. Pendidiklah akar atas terselenggaranya pendidikan yang sesuai dengan harapan pemerintah.
Nyatanya masih banyak para pendidik yang mengagungkan dirinya, yang hanya membesarkan namanya, tetapi tidak mampu mencetak para anak muda yang mampu membangun negeri dan memajukan bangsa. Masih pantaskah disebut sebagai pendidik?
Hal ini tentunya harus menjadi perhatian besar bagi pemerintah karena kita tidak tahu, apa hanya di daerah itu saja yang mengalami pendidikan demikian atau masih banyak daerah – daerah lain yang mengalami ketidakadilan suatu pendidikan.
Indonesia jangan hanya fokus pada program – program pendidikannya saja, tetapi juga memperhatikan kualitas para pendidiknya agar mampu mencetak para pendidik yang profesional dan selalu siaga pada setiap keadaan.
Penulis: Jalis Syarifah
Editor: Tim Redaksi UKPM Pijar Pendidikan