Pena Pijar, Opini – Indonesia adalah negara berdemokrasi. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Momen memilih pemimpin bangsa di Indonesia tampaknya seperti menjadi pesta demokrasi yang ditunggu-tunggu setiap lima tahun sekali. Rupanya semakin hari semakin heboh. Menjelang pemilihan presiden 2024, marak pemberitaan yang simpang siur tentang nama-nama kandidat yang dianggap layak mencalonkan diri menjadi calon presiden 2024-2029. Berita yang masih simpang siur itu baik yang melalui televisi maupun media sosial telah menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, sangat disayangkan berita itu tidak menjadi bahan pertimbangan yang baik malah membuat publik menjadi kebingungan.
Tampaknya sudah banyak beredar hasil dari berbagai lembaga survei tentang simulasi nama-nama calon presiden. Survei itu dilakukan untuk mengetahui elektabilitas nama-nama tersebut sebagai calon presiden yang akan maju. Parahnya, sekarang tidak hanya muncul nama-nama calon presiden tetapi sudah muncul juga nama-nama calon presiden lengkap beserta wakilnya yang akan maju di pilpres 2024. Hal ini semakin membuat publik bingung menyikapi berita yang ada. Namun, tidak jarang pula masyarakat yang sudah berkepihakan kepada nama-nama yang muncul itu. Banyak masyarakat yang bingung karena nama-nama tersebut muncul tanpa dasar yang jelas. Nama-nama calon masih bersifat dinamis. Bisa kapan saja akan berubah. Pemunculan nama-nama calon presiden dan wakil presiden yang terbilang masih belum jelas dasarnya itu, menimbulkan tanda tanya.
Muncul nama-nama yang memiliki citra baik di hadapan publik tetapi tidak mempunyai kedudukan dalam partai, begitu juga sebaliknya. Entah nama-nama itu muncul berdasarkan strukturalisme di dalam partai atau kultur di masyarakat. Karena tampaknya, nama-nama tersebut ada yang menguasai partai tapi tidak menguasai masyarakat. Begitu juga sebaliknya, ada yang terjun menguasai masyarakat tetapi tidak menguasai partai. Sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang banyak beredar menimbulkan banyak tanya masyarakat. Apakah berdasarkan perspektif struktural partai, kedekatan strukturalisme, atau bahkan perspektif massa saja? Pastinya hal itu membuat publik kebingungan dalam mempertimbagkan calon yang akan dipilih karena ketika publik memilih pasti akan mempertimbangkan siapa orangnya dan partai yang mengusungnya.
Jika kita tidak memilih dengan tepat, dampaknya kita pula yang merasakan. Lalu bagaimana cara memilih pemimpin yang tepat? Memilih dengan cerdas adalah solusinya. Hal ini berarti kita harus memilih calon pemimpin yang memiliki latar belakang yang baik, riwayat pengalaman yang teruji, hingga visi dan misi yang terarah dan objektif bagi kebaikan negara. Melalui cara tersebut, kita dapat memastikan bahwa calon pemimpin akan membawa perubahan besar yang positif terhadap kehidupan bangsa.
Marilah kita memilih pemimpin dengan cerdas dan mengabaikan perasaan subjektif seperti hanya menyukainya saja, apalagi karena dorongan orang lain. Evaluasi objektif adalah cara yang jauh lebih baik daripada hanya mengandalkan omongan manis atau ajakan orang lain saja. Apalagi dunia politik adalah dunia yang kerap manis di depan, namun gentir dan menghanyutkan di belakang. Pilihlah pemimpin melalui penilaian dan analisis yang efektif dengan mengenal apa yang pernah ia lakukan, apa yang bisa ia lakukan, dan apa yang dapat dibawanya ke kehidupan bangsa.
Selalu hindari berbagai pemberitaan tidak bertanggung jawab, yang menyatakan suatu hal yang mengherankan mengenai berita politik. Apalagi kalau sumber yang diambil adalah media sosial atau media pemberitaan yang tidak jelas sumbernya. Jangan hanya baca judulnya saja tetapi selalu bandingkan dengan sumber yang lain. Hoaks dapat dengan mudah menepiskan pilihan objektif kita sebagai pemilih yang cerdas. Sebagai pemilih yang cerdas, kita akan selalu melakukan evaluasi objektif terhadap bakal calon pemimpin dan partai yang mengusungnya. Mulai saat ini, mari kita cerdas memilih.