Setelah lari pagi, Koko memutuskan untuk membeli bubur ayam kesukaannya dan menikmatinya bersama istrinya di rumah.
Dalam perjalanan pulang, malang tak dapat ditolak, sandal yang ia pakai tiba-tiba putus. Karena tak ingin berjalan dengan kaki telanjang, Koko memutuskan membeli sandal baru di toko terdekat.
Namun, setelah mencari-cari, Koko menyadari bahwa uang yang ia bawa tidak cukup untuk membeli sandal baru. Karena itu, ia terpaksa melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan tanpa alas kaki. Saat melewati sebuah rumah yang ramai dengan tamu, Koko melihat banyak sandal yang tergeletak di depan pintu rumah tersebut.
Tanpa berpikir panjang dan sudah sangat kesal, Koko mengambil sandal yang paling depan dan terlihat bagus, lalu melanjutkan langkahnya pulang. Naas, salah seorang tamu di rumah itu melihat aksinya dan langsung mengejarnya. Koko ditangkap dan di bawa ke pihak berwajib.
Meskipun Koko mencoba menjelaskan bahwa ia hanya nekat kesulitan, pemilik sandal tidak terima dan tetap melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Koko pun dijatuhi dakwaan pencurian dan kasusnya pun dibawa ke pengadilan.
Saat persidangan berlangsung, hakim ketua dengan tegas memutuskan bahwa Koko terbukti mencuri sandal dan ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Koko merasa sangat keberatan dengan keputusan itu dan menyatakan bahwa hukumannya jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman yang diterima oleh koruptor.
Koko berkata, “Pak hakim, kok saya dihukum lima tahun penjara cuma karena mencuri sandal yang harganya ngga seberapa, sementara koruptor yang merugikan negara miliaran rupiah cuma dipenjara beberapa tahun saja? Bukankah itu tidak adil?”
Hakim menjawab, “Begini, Koko. Kamu terbukti mencuri sandal dan merugikan seseorang sebesar Rp50.000. Sementara itu, para koruptor yang mencuri uang negara menggelapkan dana hingga tiga miliar dan merugikan lebih dari 200 juta rakyat Indonesia. Kalau kita hitung kerugiannya, tiap orang yang dirugikan oleh koruptor itu hanya kehilangan sekitar 15 rupiah. Artinya, kerugian yang kamu timbulkan jauh lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh para koruptor.”
Koko terbengong-bengong, ia mencoba mencerna penjelasan hakim. Koko terdiam, sementara di dalam hatinya mulai muncul kesadaran bahwa keadilan di hadapan hukum kadang tak selalu berpihak pada yang seharusnya.
Penulis: Sitti Aisyah Ainiah
Penyunting: Ibrahim Ulin Nuha