Pena Pijar, Artikel — Pancasila merupakan landasan bagi warga Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara. Segala aspek, mulai dari politik, sosial, agama, ekonomi, dan pendidikan, akan menjadi lebih terarah dan bermakna ketika dilandasi dengan nilai-nilai luhur kehidupan yang terkandung dalam Pancasila.
Termasuk di dalamnya adalah kaitan antara sila ke-2 dengan aspek pendidikan. Sila ke-2 berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradap, merupakan sebuah dasar yang berorientasi pada nilai kemanusiaan. Adapun nilai yang terkandung erat kaitannya dengan sikap-sikap yang seharusnya dimiliki secara sadar oleh manusia, seperti: saling menghargai sesama, toleransi, tidak menyakiti, menghargai perbedaan, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan sebagai sesuatu yang fundamentalis selain keluhuran kepada sang Khalik. Dan, pendidikan harus mengadaptasi kandungan makna dari sila ini.
Sebagai faktor yang krusial dalam mewujudkan generasi penerus bangsa, pendidikan menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan karena kaitannya dengan pembentukan karakter peserta didik dari tiga sisi, yakni kognisi, afeksi, dan psikomotor. Mampu secara pikiran, etis secara moral, dan terampil secara tindakan. Integrasi ketiganya berpotensi membentuk manusia yang bermoral dan berbudaya, khususnya dalam membawa negara Indonesia ke arah yang lebih baik dengan peradaban maju.
Artinya, pemberdayaan manusia menjadi misi paling awal dimana pendidikan harus dimulai. Bukan negara, tetapi individunya. Bukan kemajuan bangsa, tetapi kemajuan dalam manusianya, karena percuma membangun negara melalui pendidikan, jika faktor terpenting seperti manusianya tidak diberdayakan.
Maka, sebuah konsep pendidikan yang berfokus pada pengembangan manusianya, pendidikan humanistik akhirnya muncul, termaktub dalam semboyan pendidikan nasional.
Ing Ngarso Sung Tulodho
Ing Madyo Mbangun Karso
Tut Wuri Handayani
Semboyan ini dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Makna yang dikandung sangat bernilai terutama bagi pendidik sebagai seorang yang secara langsung berhadapan dengan generasi penerus bangsa.
Adapun makna yang terkandung di dalamnya adalah: Ing Ngarso Sung Tulodho, berarti yang berada di depan harus menjadi teladan. Ing Madyo Mbangun Karso, berarti yang berada di tengah harus memberikan inspirasi. Tut Wuri Handayani, yang dibelakang harus mendorong dengan semangat dan motivasi.
Dimana letak aspek kemanusiaannya? Sebelum melangkah ke sana, kita perlu mengetahui misi yang dibawa dalam pendidikan humanistik. Berdasarkan semboyan yang dikorelasikan dengan sila ke-2 dan nilai-nilai kemanusiaan, terdapat dua misi yang diemban, yakni 1) melatih kepekaan manusia terhadap nilai keluhuran seperti toleransi, persatuan, dan menghargai perbedaan; dan 2) menjadi individu yang bebas mengaktualisasikan dirinya sesuai passion dan potensi yang dimiliki.
Dari misi tersebut kita hubungkan dengan tiga tujuan dari semboyan yang dikemukakan, yakni pada kata Tulodho, Karso, dan Handayani. Pada kata Tulodho yang berarti teladan, secara etimologi, berarti sesuatu/seseorang yang patut untuk ditiru. Referen dari kata “yang patut ditiru” tentu mengacu pada perilaku-perilaku yang baik, beretika, dan memiliki akhlakul karimah, seperti kesantunan, kejujuran, dan lain sebagainya. Dari sini, peserta didik sebagai pemerhati dari sang teladan, yakni guru, secara tidak langsung harus tertanamkan sikap-sikap demikian melalui gerak-gerik guru dalam lingkungan belajar. Dengan kata lain, guru sebagai pendidik tidak boleh tidak harus menjadi leader yang menerapkan hal-hal “yang patut ditiru” tadi dalam kesehariannya.
Dua kata selanjutnya, Karso dan Handayani, akan menjadi ruang untuk mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai passion masing-masing melalui ide-ide yang dikembangkan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. Di sinilah posisi Karso sebagai karsa atau inspirasi muncul sebagai wujud ide-ide kreatif sesuai potensi peserta didik. Kemudian, pada kata Handayani yang dapat bermakna memberi dorongan semangat atau motivasi, peran guru adalah memberikan pengaruh kepada peserta didik, agar tetap mempertahankan dan mengembangkan ide yang tercipta, serta mengarahkannya kepada hal-hal yang bermanfaat kepada orang lain.
Jadi, implementasi konsep pendidikan humanistik yang dicanang Ki Hajar Dewantara merupakan representasi dari sila ke-2 melalui jalur pendidikan. Secara garis besar, pendidikan yang diberikan kepada peserta didik hendaknya memandang mereka sebagai manusia, yang pada akhirnya dapat mengembangkan potensi dirinya melalui apa yang diajarkan oleh pendidikan, dengan tujuan bermanfaat kepada orang lain tanpa mengurangi eksistensi dirinya, baik sebagai individu maupun sebagai manusia.
Penulis: Andrie Hidayat