Pena Pijar, Opini – Bumi terdiri dari bentangan alam yang luas dengan berbagai bentuk permukaan beserta isi yang terkandung di dalamnya. Bentuk-bentuk permukaan yang beragam membuat bumi terlihat sangat indah. Bumi semakin indah dengan adanya air yang memenuhi sebagian besar luasan permukaannya. Genangan air yang luas ini membentuk suatu ekosistem yang disebut dengan perairan. Ekosistem perairan dibedakan menjadi perairan tawar dan laut. Ekosistem perairan tawar merupakan genangan air yang ada di daratan. Salah satu jenis ekosistem perairan tawar adalah sungai.
Sebagai ekosistem, sungai memiliki komponen-komponen layaknya ekosistem lain. Komponen tersebut adalah komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah makhluk hidup yang berada dalam ekosistem. Beberapa komponen biotik tersebut antara lain ikan, lumut, rajungan, maupun tumbuhan dan hewan lain yang hidup di dalam sungai. Sedangkan komponen abiotik adalah benda-benda mati yang menyusun ekosistem.
Beberapa komponen abiotik tersebut antara lain air, pasir, batu, tanah, dan berbagai material yang ada di dalam sungai. Kedua komponen ini membentuk hubungan yang saling mempengaruhi. Komponen biotik memerlukan komponen abiotik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, komponen abiotik dapat dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan oleh komponen biotik (Priastomo dkk., 2021:12-15).
Sungai berbentuk aliran air yang panjang dan dapat bercabang. Cabang-cabang dari aliran sungai disebut dengan anak sungai. Sedangkan kawasan sepanjang aliran sungai beserta cabang-cabangnya disebut sebagai Daerah Aliran Sungai atau DAS. Daerah ini terdiri dari tiga bagian utama.
Bagian pertama adalah bagian pangkal atau hulu. Biasanya merupakan kawasan rimbun dengan berbagai jenis tumbuhan yang ada di dalamnya. Bagian kedua merupakan aliran sungai yang memanjang setelah hulu hingga ke ujung. Bagian ketiga adalah ujung atau hilir. Daerah hilir merupakan kawasan terendah dari aliran sungai sebelum bermuara ke danau atau laut. Kondisi daerah ini biasanya dipengaruhi oleh kondisi hulu sungai (Ekawaty dkk., 2018).
Sungai menyimpan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Sungai dapat menjadi penyedia sumber daya yang berguna bagi manusia. Berbagai komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya merupakan bahan yang bernilai bagi kehidupan manusia. Beragam jenis ikan dan tumbuhan yang hidup di dalam dan sekitar kawasan sungai dapat diolah menjadi bahan makanan maupun barang fungsi.
Contoh hasil ikan dan tumbuhan di sungai antara lain ikan gabus, ikan lemuru, ikan lele, pakis, dan kangkung. Material dalam sungai dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Material yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan adalah pasir dan batu. Sedangkan air sungai dimanfaatkan terutama untuk mengairi persawahan atau sebagai sistem irigasi. Pada beberapa perusahaan mengolah air sungai menjadi air bersih yang siap untuk digunakan, seperti yang dilakukan oleh PDAM (Soegianto, 2010:2).
Sementara dalam sistem ekologis, sungai berperan sebagai pengendali debit air yang turun setelah hujan. Daerah pangkal aliran sungai (hulu) dengan barbagai tumbuhan di dalamnya berfungsi untuk menyimpan dan menahan air. Air yang turun setelah hujan akan mengalir dari hulu. Sebagian air akan tersimpan di daerah hulu dan sebagian lain akan dialirkan ke hilir. Di bagian hilir air akan mengalir ke muara baik danau maupun laut (Ekawati dkk., 2018).
Manfaat yang begitu besar tidak menjadikan sungai tetap berada dalam kondisi yang baik. Sebagian besar ekosistem sungai di Indonesia telah mengalami kerusakan akibat perilaku manusia. Secara sederhana, indikasi kerusakan ekosistem sungai dapat dilihat dari air yang berwarna coklat dan keruh. Warna ini menunjukkan banyaknya material larut yang mencemari air sungai (Amalia dkk., 2019:137).
Selain itu, jumlah sampah yang terbuang ke sungai dan dangkalnya sungai juga menjadi indikasi bahwa ekosistem sungai telah mengalami kerusakan. Sampah berasal dari kegiatan manusia baik berupa rumah tangga maupun industri. Sedangkan dangkalnya sungai diakibatkan oleh terjadinya erosi.
Sungai di Indonesia tidak sedang berada dalam kondisi yang baik. Hal ini diungkap oleh Firmansayah dkk. (2021) bahwa dari hasil kajian mereka didapatkan data seluruh sampel air sungai telah tercemar. Sungai-sungai yang menjadi sampel berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Sungai-sungai tersebut antara lain berada di pulau jawa, pulau bali, dan pulau Kalimantan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pencemaran telah terjadi secara merata. Pencemaran banyak disebabkan oleh zat-zat kimia hasil aktivitas manusia. Zat-zat tersebut antara lain ammonia, fosfat, nitrat, nitrit, BOD, dan COD. Kondisi yang tidak berbeda juga terdapat pada struktur dan bagian aliran sungai.
Terjadinya kekeringan yang berkepanjangan, banjir, dan longsor berkaitan dengan rusaknya daerah sekitar aliran sungai. Penggundulan hutan di daerah hulu sungai berdampak terhadap hilangnya pohon-pohon atau tumbuhan yang selama ini menjaga kestabilan ekosistem sungai dan kehidupan di sekitarnya. Struktur akar tumbuhan terutama pepohonan memiliki kekuatan untuk mencengkram dan meningkatkan kepadatan tanah. Tumbuhan yang berkurang akan menyebabkan mudahnya terjadi erosi akibat struktur tanah menjadi lebih labil dan tidak kuat menahan air.
Hilangnya tumbuhan di daerah hulu juga mengakibatkan meningkatnya kecepatan aliran air hujan yang turun. Semakin cepatnya aliran air memicu kenaikan debit yang ditampung oleh sungai. Sehingga banjir sangat rentan terjadi di daerah hilir. Selain itu, tumbuhan yang hilang juga menurunkan daya simpan air di dalam tanah. Akar-akar tumbuhan yang sebelumnya dapat menyimpan cukup air, turut hilang bersama dengan terjadinya penggundulan hutan.
Akibatnya terjadi kekeringan di daerah sekitar sungai atau bahkan juga dapat berdampak hingga ke kawasan lain (Ekawaty dkk., 2018). Berbagai keadaan tersebut menunjukkan perlunya pengelolaan sungai di Indonesia dengan pendekatan yang lebih baik. Pengelolaan sungai dengan hanya memaksimalkan profesional dalam pelaksanaannya perlu diperbaharui. Pembaruan tersebut dapat dilakukan dengan pengadaan program yang melibatkan masyarakat secara nyata baik dalam perumusan langkah, penentuan tujuan, dan pelaksanaan pengelolaan sungai. Pelibatan masyarakat secara nyata akan menimbulkan tanggung jawab untuk menjaga di kemudian hari.
Pelibatan masyarakat juga akan memperbesar efektifitas dari program. Hal ini karena masyarakat merupakan subjek terdekat dengan lingkungan mereka. Sehingga pengetahuan masyarakat tentang lingkungan mereka akan mengantarkan pada terciptanya langkah yang tepat untuk pengelolaan sungai (Widodo, 2010).
Program yang dapat dilakukan antara lain pertanian terasering dan tumpang sari. Pertanian terasering telah banyak diterapkan di masyarakat. Daerah persawahan dalam sistem ini dibentuk berundak sehingga sudut kemiringan lahan dapat diperkecil. Dengan demikian aliran air menjadi lebih lambat sehingga erosi yang mengarah ke sungai dapat tercegah.
Sementara sistem tumpang sari adalah penanaman beraneka ragam jenis tumbuhan dalam satu lahan. Untuk mencegah terjadinya erosi, lahan juga ditanami dengan tumbuhan yang memiliki struktur akar yang kuat (Ekawaty dkk., 2018). Meski pelibatan masyarakat menjadi pendekatan yang sangat diperlukan untuk mengelola sungai di masa sekarang. Peran pemerintah tetap tidak dapat dielakkan.
Pemerintah merupakan perumus kebijakan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan sungai. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang menggantikan undang-undang lingkungan sebelumnya harus dijalankan secara nyata. Hal ini agar tercipta pengelolaan sungai yang terstruktur.
Jadi sungai merupakan salah satu bentuk ekosistem yang ada di bumi. Sungai menyimpan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Namun, kondisi sungai di Indonesia tidak begitu baik. Pencemaran telah terjadi secara merata di sungai yang terdapat pada berbagai daerah di Indonesia.
Kerusakan struktur dan bagian sungai juga memperparah kondisi ini. Pengelolaan sungai dengan pendekatan yang melibatkan masyarakat sangat diperlukan melalui pengadaan berbagai program. Selain itu peran pemerintah juga diperlukan untuk menyusun peraturan dasar bagi pelaksanaan pengelolaan sungai.
*)Mahasiswa Pendidikan Biologi
Sumber Referensi
Amalia, R. 2019. Perubahan tutupan lahan akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit: dampak sosial, ekonomi dan ekologi. Jurnal Ilmu Lingkungan. 17(1):130-139.
Ekawaty, R., Yonariza, E. G. Ekaputra, dan A. Arbain. 2018. Telaahan daya dukung dan daya tampung lingkungan dalam pengelolaan kawasan daerah aliran sungai di Indonesia. Jurnal of Applied Agricultural Science and Technology. 2(2): 30-40.
Firmansyah, Y. W., O. Setyani, dan Y. H. Darundiati. 2021. Kondisi sungai di Indonesia ditinjau dari daya tampung beban pencemaran: studi literatur. Serambi Engineering. 6(2): 1879-1890.
Priastomo Y., E. Sitorus., D. Widodo, I. Marzuki, M. Ghazali, A. Onasis, M. C. M. Sari, J. S. Tangio, F. Mastutie. 2021. Ekologi Lingkungan. Edisi Pertama. Jakarta:Yayasan Kita Menulis.
Soegianto, A. 2010. Ekologi Perairan Air Tawar. Edisi Pertama. Surabaya: Airlangga University Press.
Widodo, B., R. Lupiyanto, dan D. Wijaya. 2010. Pengelolaan kawasan sungai code berbasis masyarakat. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. 2(1): 7-20.
Penulis : Fendy Aji Wicaksono
Editor : Miftahur Rofiah