Menu

Mode Gelap
 

Opini · 20 Jan 2022 05:14 WIB ·

PKBM Sebagai Alternatif Bagi yang Putus Sekolah


 (Sumber Foto: PKBM MAWAR) Perbesar

(Sumber Foto: PKBM MAWAR)

 Pena Pijar, Opini – Lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan lembaga satuan pendidikan nonformal yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 26. PKBM juga merupakan wadah berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat yang diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan pembangunan di bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Program-program yang diselenggarakan di PKBM biasanya beragam dan juga tidak terbatas, namun harus sesuai dengan kondisi, potensi dan kebutuhan masyarakat di daerah PKBM itu sehingga memberikan sumbangsih nyata, membantu pemerintah menyediakan akses pendidikan bagi mereka yang tidak mungkin lagi dapat mengenyam studi di sekolah formal, serta program-program itu harus bermakna dan bermanfaat. Program-program tersebut antara lain Pendidikan Kesetaraan (A, B dan C), Pendidikan Keaksaraan, dan lain-lainnya.

Pendidikan menjadi kebutuhan semua manusia serta menjadi kunci untuk kemajuan sebuah peradaban bangsa dan negara. Tentu saja, dengan menggunakan pendidikan yang berkualitas, bisa menjadi kesempatan untuk bangsa Indonesia agar sejajar dengan bangsa lain yang sudah lebih maju dalam hal pendidikanya. Di Indonesia setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan semua masyarakatnya harus mengenyam pendidikan wajib belajar 12 tahun. Namun, pendidikan di Indonesia ini masih bisa dibilang rendah, dan tidak semua warga masyarakat dapat bersekolah secara formal, serta masih banyak siswa-siswi yang mengalami putus sekolah karena keterbatasan biaya, ekonomi serta hal lain yang menyebabkan siswa-siswi tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

Sebagai penompang jalannya pendidikan kesetaraan lembaga PKBM ini membantu masyarakat terutama pemuda/pemudi yang putus sekolah untuk dapat menyelesaikan dan menuntaskan jenjang pendidikannya pada tingkat Sekolah Dasar (Paket A), Sekolah Menengah Pertama (Paket B), dan Sekolah Menengah Atas (Paket C). Selain itu, PKBM juga meningkatkan kemampuan para peserta didik dalam mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, dan juga memberikan kesetaraan akademik bagi peserta didik Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs dan Paket C setara SMA/MA yang dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang pendidikan yang lebih tinggi baik melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal. Namun, dalam PKBM ini juga menggunakan kurikulum yang sama dengan pendidikan formal sehingga ijazah yang didapatkan oleh peserta didik akan setara dengan sekolah formal.

Dalam pendidikan kesetaraan yang ada di PKBM ini memiliki sasaran yang spesifik, yaitu anak usia sekolah maupun dewasa yang belum menuntaskan pendidikan formal dikarena adanya lima  kendala,  yaitu  ekonomi,  waktu, geografis, keyakinan, serta sosial/hukum. Program belajar ini menjadi alternatif untuk menyampaikan dan memberikan ruang yang cukup luas bagi peserta didiknya sebab waktu belajarnya lebih fleksibel, maksudnya jam belajar dapat ditentukan bersama-sama oleh tutor dengan peserta didiknya. Kegiatan belajarnya akan dilaksanakan selama 2-3 jam pada 1-2 hari dalam seminggu. Dalam program kesetaraan juga mengadakan program belajar ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer). Yang mana ANBK merupakan penilaian yang dilakukan di setiap jenjang sekolah, mulai dari SD, SMP, SMA/SMK dan sederajat. Berbeda dengan UNBK yang dilaksanakan pada akhir tahun sekolah, ANBK dikerjakan di kelas 5 SD, 8 SMP, dan 11 SMA.

Setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B dan  Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs serta SMA/MA untuk bisa mendaftar di satuan pendidikan yang lebih tinggi. Status kelulusan Paket C memiliki hak eligibilitas yang sama menggunakan lulusan pendidikan formal dalam memasuki lapangan pekerjaan. Pendidikan kesetaraan juga dapat diartikan yaitu adalah salah satu jenis pendidikan nonformal yang berstruktur serta berjenjang. Memberikan kompetensi minimal bidang akademik serta lebih mempunyai kompetensi kecakapan hidup, supaya lulusannya mampu hidup mandiri serta belajar sepanjang hayat, yang bertujuan untuk menyiapkan lulusan yang siap untuk memasuki dunia kerja. Pendidikan kesetaraan bukan lagi menjadi pengganti, atau pelengkap pendidikan formal, tetapi sudah menjadi pilihan. Peserta didik pada pendidikan kesetaraan tidak hanya mereka yang putus sekolah saja namun juga terdapat peserta didik baru yang ingin belajar di PKBM. Peserta didik baru umumnya mereka yang berasal dari praktisi kesenian, seniman, atlet, pegiat kebudayaan, ataupun bagi orang-orang dewasa yang ingin mencari pekerjaan dan membutuhkan ijazah yang setara.

Lembaga-lembaga yang menyelenggarakan program keaksaraan antara lain Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Aktivitas Masyarakat (SKB), Kantor Organisasi Kemasyarakatan serta di rumah-rumah rakyat. Hal tersebut dapat membuat setiap tahun semakin banyak peserta didik yang terdaftar di program paket baik A, B maupun C. Dalam keadaan seperti ini, PKBM sangatlah membantu dan menjadi alternatif para siswa-siswi ataupun orang dewasa yang putus sekolah untuk melanjutkan jenjang pendidikannya. Di samping itu, PKBM juga dapat berfungsi untuk memenuhi syarat para pencari pekerjaan. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dapat menjadi sarana menggapai cita-cita yang diinginkan oleh masing-masing peserta didik.

 

*) Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah

 

Referensi:

Rosmilawati, I. (2018). Jalan Panjang Menuju Sekolah Alternatif: Refleksi

Pengalaman Remaja Kurang Beruntung Dalam Meraih Pendidikan. Jurnal

Eksistensi Pendidikan Luar Sekolah (E-Plus), 2(1).

 

DH, I. K. (2012). Kinerja Pendidikan Kesetaraan sebagai Salah Satu Jenis

Pendidikan Nonformal. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 18(1), 65-84.

 

Penulis: Rahma Maulida

Editor  : Khoirul Nizam Muhammad

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 895 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Mahasiswa: Masih Pentingkah Menulis di Era Digital?

26 September 2024 - 23:30 WIB

Perubahan Iklim dan Transisi Energi: Tanggung Jawab Kolektif dan Tantangan yang Mendesak

27 Juni 2024 - 23:50 WIB

Menimbang Risiko dan Manfaat: Penggunaan Gawai untuk Balita

27 Juni 2024 - 23:37 WIB

Benarkah Universitas Impian Menjadi Tolok Ukur Kesuksesan Mahasiswa?

23 April 2024 - 18:59 WIB

Pandai Membaca Manfaat dan Tantangan Teknologi

23 April 2024 - 18:10 WIB

Kecenderungan Perilaku Self-Harm pada Mahasiswa

29 Februari 2024 - 21:47 WIB

Trending di Opini