Pena Pijar, Opini — Anggapan adalah sebuah pendapat atau pandangan seseorang terhadap sesutau yang dianggapnya hal tersebut adalah benar – Winarno Surakhmad.
Seorang individu bisa menganggap suatu hal itu benar ketika hal tersebut dapat dilihat atau dirasakan, menurut kebanyakan individu juga memiliki pandangan yang sama dengan hal tertentu, seperti misalnya ketika seseorang ditanya, ’’Apa rasanya gula?“ Saya yakin 99,9% pasti akan menjawab ’’manis‘’ juga ketika ditanya ’’Apa rasanya es?’’ Pasti kebanyakan akan menjawab dingin.
Namun demikian, apakah semua anggapan itu adalah benar? Faktanya tidak, tidak semua anggapan yang dianggap oleh seorang individu adalah sebuah kebenaran. Salah satu contoh yang paling fenomenal adalah anggapan bahwasanya bumi itu datar, hampir ratusan tahun manusia di bumi meyakinkan dirinya dengan anggapan bahwasanya bumi yang mereka pijak ini adalah datar tanpa ujung, hal ini terjadi juga kerena mata mereka memandang demikian, dan angapan dari mayoritas masyarakat pada waktu itu adalah demikian, mungkin orang-orang seperti itu akan menanggap pandangan mengenai hal itu adalah sebuah fakta yang hakiki.
Namun belakangan ini semakin majunya teknologi terungkap bahwasanya bumi itu berbentuk bulat bukan datar, hal ini seketika mematahkan anggapan masyarakat mengenai bumi adalah datar, akan tetapi disini kita tidak akan membahas mengenai benarkah bumi itu bulat atau datar.
Namun, bahwasanya setelah mengetahui hal demikian dapat kita tarik kesimpulan bahwasanya sebuah anggapan itu adalah relatif, dalam artian tidak semua anggapan benar, tetapi juga tidak semua anggapan itu adalah salah.
Oleh karenanya, jika masyarakat sadar akan hal itu mengapa masih marak sekali timbul anggapan-anggapan negatif mengenai kacantikan seseorang misalnya seperti seorang cantik itu harus berkulit putih, rambut lurus, bibir tipis, (standarisai).
Masih sering kita jumpai di sekitar kita, bagaimana orang menceritakan kisahnya kerena memiliki standarisasi kecantikan yang tidak sesui, misalnya karena kulit yang hitam menyebabkan mereka dikucilkan, dihina, bahkan dibully. Padahal telah jelas diterangkan dalam Al-Qur’an “Sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (At-Tin : 4). Dimana artinya sudah dikatakan manusia itu adalah makluk ciptaan yang sebaik-baiknya, tidak ada embel-embel hidung mancung kulit putih tinggi dan sebagainya, sampai kapan kita akan mempertahankan anggapan kuno ini?
Meskipun pada akhirnya telah datang fakta dan informasi yang benar, tidak mudah merubah pemikiran orang mengenai sesuatu, seperti misalnya dalam kasus bumi tadi walaupun sains secara ilmiah telah mebuktikan bumi adalah bulat, tak sedikit orang yang kekeh dalam anggapanya bahwasanya bumi itu datar.
Walaupun sejatinya kecantikan itu adalah relatif, maksudnya adalah relatif bagi diri sendiri, relatif bagi lingkungan, dan relatif bagi orang yang dikasihi. Tidak akan mudah untuk merubah anggapan standarisasi kecantikan yang telah mengakar di masyarakat kita saat ini. Oleh sebab itu, hal yang perlu dilakukan adalah tidak usah mendengarkan anggapan apapun dari orang tentang diri kita, jadilah cantik versi dirimu karena percayalah kecantikan tidak butuh standarisasi.
https://samsaranews.com/2018/10/31/memikirkan-ulang-standar-kecantikan-perempuan-indonesia/ – sumber Foto
Penulis: Reynold Ardiamsyah