Pena Pijar-Opini, Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendominasi rasionalisme ini membawa manusia ke kehidupan modern, dimana sekularisme menjadi cara berpikir saat itu, dan umumnya budaya terpinggirkan. Penyebaran media informasi tak jarang telah melemahkan kesadaran masyarakat akan etika dan budaya. Televisi, Android, surat kabar, dan dunia internet, yang terus-menerus menerbitkan berita dan perdebatan tentang kekerasan, penggusuran, dan ketidakadilan. Zaman telah memungkinkan kita untuk lebih terbuka terhadap seluruh dunia, tetapi kita harus menerima tanpa meninggalkan semangat budaya yang dulu menjadi alat untuk menyatukan efek modernisasi.
Kemajuan zaman yang identik dengan perkembangan fisik dan pembangunan infrastruktur ini seringkali melupakan tatanan sosial, struktur budaya masyarakat, sehingga semakin banyak simbol yang muncul. Tidak hanya dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam interaksi manusia, dan ini membutuhkan proses pembelajaran sehingga kita dapat melihat dan menggunakan, serta memaknai simbol-simbol tersebut sebagai petunjuk, bukan sebagai tanda-tanda, apalagi sebagai tanda kolonialisme.
Bagi sebagian kalangan, kemajuan zaman bisa sangat bermanfaat jika masyarakat bisa mengambil sisi positif peradaban dan menghilangkan sisi negatifnya. Hal ini dapat dilakukan dengan tetap menjaga dasar-dasar kearifan lokal untuk menjaga keseimbangan hidup. Beberapa cara yang dapat mempertahankan kebudayaan yaitu dengan lebih mengenal seni dan budaya, mencegah agar tak diakui oleh negara lain, melahirkan kesadaran serta melestarikan seni dan budayanya, punya rasa bangga dengan mengenalkan keragaman budayanya, dan sebagainya.
Pengakuan dan citra diri banyak digunakan sebagai sarana untuk mencapai simbol status tanpa peran hati. Bukankah seseorang yang mengetahui hakikat hatinya maka ia akan mengetahui hakikat Rabb nya? Mari kita bertanya dari hati, apa yang kita inginkan dan lakukan. Mari kita bangkitkan semangat bersama, menjadi pemuda agen perubahan seperti kutipan Presiden pertama kita, “Beri aku sepuluh anak muda, maka akan aku guncangkan dunia”.
Penulis: Tafrihana Barrotum M